Kuansing – Nama Rusman Atagana mungkin tak asing bagi para jurnalis di kota Jalur. ketua organisasi wartawan yang menaungi 30 anggota ini, kini menjalani hari-harinya dengan cara yang tak terduga. Di usia senjanya, ia tak lagi berkutat dengan liputan atau rapat, melainkan membuka sebuah warung makan sederhana yang ia beri nama, “Warung Kejujuran”.
Warung yang berlokasi tidak jauh dari perkantoran Pemda Kuansing ini bukan sekadar tempat mencari rezeki. Bagi Rusman, warung ini adalah rumah kedua bagi para jurnalis dan bahkan pengacara, tempat mereka bisa berteduh dan berbagi cerita. Keahliannya dalam meracik bumbu membuat setiap hidangan yang ia sajikan selalu cocok di lidah para pelanggan setianya.
Namun, ada satu hal yang membuat warung ini berbeda dari yang lain. Sesuai dengan namanya, Rusman tidak pernah mematok harga atau meminta bayaran. Ia membiarkan para pembeli membayar seikhlasnya. Prinsip ini bukan hanya sekadar strategi bisnis, melainkan cerminan dari hati Rusman yang tulus dan ikhlas.
Di balik senyum ramahnya saat melayani pembeli, Rusman menyimpan kisah yang menyentuh. Ia sering kali harus menghabiskan malam-malamnya seorang diri. Namun, kesepian itu tak sedikit pun mengurangi keikhlasannya dalam menjalani hidup. Bagi Rusman, kebahagiaan sejati adalah saat ia bisa bermanfaat bagi orang lain, terutama rekan-rekan seprofesinya di masa sekarang.
Kisah Rusman Atagana adalah pengingat bahwa kebahagiaan dan pengabdian bisa datang dalam berbagai bentuk, bahkan di masa senja. Warung Kejujuran bukan sekadar tempat makan, melainkan monumen hidup dari ketulusan dan pengabdian seorang jurnalis yang memilih untuk terus berkarya hingga akhir hayatnya. (***)