Sintang, Kalbar — 6 September 2025 Surat Telegram Mabes Polri tertanggal 16 Agustus 2025 jelas dan tegas: tindak habis seluruh pertambangan emas ilegal di Indonesia. Tapi di Sintang, Kalimantan Barat, perintah itu tampaknya hanya jadi kertas lusuh tanpa wibawa.
Di Kelurahan Mengkurai, Kecamatan Sintang, aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terus menggila. Mesin dompeng meraung siang dan malam, memuntahkan lumpur dan merkuri ke aliran Sungai Kapuas. Air yang dulu jernih kini berubah keruh, sementara aparat penegak hukum justru bungkam seakan tak punya mata.
“Ironis, aktivitas sejelas ini tidak tersentuh hukum. Apa aparat tidak melihat, atau pura-pura tidak melihat?” cetus seorang warga dengan wajah geram.
Warga menuding keras adanya beking dari oknum tertentu. “Tambang ini sudah bertahun-tahun jalan, bebas semaunya. Kalau tidak ada yang melindungi, mustahil bisa seperti ini,” ujar seorang warga lainnya.
Kapuas Dihancurkan, Hukum Dipermainkan
Sungai Kapuas bukan sekadar aliran air. Ia adalah nadi kehidupan jutaan orang, sumber air bersih, transportasi, ikan, bahkan ekonomi rakyat kecil. Kini, Kapuas perlahan disulap menjadi kolam racun merkuri.
Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 158 jelas mengancam pelaku tambang ilegal dengan 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Tapi di Sintang, pasal itu mandul.
Hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul—bahkan patah—saat berhadapan dengan cukong emas.
Diamnya Aparat, Matinya Kepercayaan
Hingga berita ini dirilis, konfirmasi kepada Polres Sintang dan Polda Kalbar tak kunjung berjawab. Publik pun bertanya: diam karena tidak tahu