Solok – Instruksi Presiden Prabowo yang menegaskan agar Polri dan TNI menindak tegas aktivitas tambang ilegal di seluruh Indonesia seolah tidak berlaku di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Fakta di lapangan menunjukkan, Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) justru kembali marak, setelah sebelumnya sempat berhenti sementara.
Sejumlah titik rawan kini kembali dikuasai PETI, mulai dari Kecamatan Hilir Gumanti, Kecamatan Payung Sekaki, hingga Kecamatan Tigo Lurah. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: ada siapa sebenarnya di balik aktivitas tambang ilegal yang tak kunjung padam ini?
Kapolres Solok Akui Tak Mampu
Kapolres Solok, AKBP Agung Pranajaya, secara jujur mengakui pihaknya tidak mampu memberantas PETI tanpa keterlibatan pihak lain.
> “Sudah sering kita lakukan penertiban, tapi hasilnya tidak signifikan. Kalau hanya polisi yang bergerak, pasti akan berulang. Harus semua pihak, termasuk masyarakat, ikut terlibat,” ujarnya.
Pernyataan itu menegaskan bahwa Polri tidak berdaya menghadapi tambang emas ilegal, meskipun Presiden telah menginstruksikan pemberantasan total. Ironisnya, para pelaku justru berani kembali beroperasi, seolah mendapat “aba-aba” dari oknum tertentu yang diduga menikmati aliran UPETI dari bisnis haram ini.
Kejanggalan dan Dugaan “Pembiaran”
Situasi ini makin menambah panjang daftar dugaan pembiaran penegakan hukum di sektor pertambangan ilegal. Kuat dugaan ada indikasi keterlibatan jaringan “mafia” tambang, oknum aparat, hingga pihak tertentu di pemerintahan menjadi isu yang sulit dibantah, karena dirasakan, sehingga kerap tak tersentuh hukum.
PETI bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan juga ancaman nyata bagi lingkungan dan keadilan sosial. Sungai tercemar merkuri, lahan rusak parah, sementara masyarakat sekitar yang terdampak hanya bisa mengeluh tanpa perlindungan.
Siapa yang Bermain di Balik Layar?
Pertanyaan besarnya kini:
Mengapa tambang ilegal ini selalu bisa bangkit kembali meski sudah ditertibkan?
Benarkah ada oknum aparat dan pejabat yang ikut “bermain” agar roda bisnis haram ini terus berputar?
Apakah instruksi Presiden hanya menjadi slogan tanpa implementasi di lapangan?
Jika benar ada jaringan kuat yang melibatkan pengusaha tambang, oknum aparat, dan pihak di pemerintahan, maka PETI bukan lagi sekadar kejahatan lingkungan, melainkan persekongkolan besar yang merusak wibawa hukum negara.
Ujian Bagi Aparat dan Pemerintah
Pemberantasan PETI di Solok kini menjadi ujian integritas aparat penegak hukum. Jika dibiarkan, bukan hanya alam yang hancur, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap hukum dan pemerintah ikut terkikis.
Masyarakat kini menunggu jawaban tegas: apakah Polri, TNI, dan Pemda berani membongkar “mafia” tambang emas ilegal di Solok, atau justru ikut menjaga kepentingan gelap di baliknya?