Sumatera Barat – Riau || Peredaran rokok ilegal merek Feloz di wilayah Sumatera Barat dan Riau kian menggurita. Rokok yang diduga ilegal itu dengan mudah dijumpai di warung kecil, kios pinggir jalan, hingga pasar tradisional. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan aparat dalam menekan laju distribusi barang ilegal tersebut.
Masyarakat pun mulai mempertanyakan kinerja Kanwil Bea Cukai Riau serta Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Teluk Bayur, Sumatera Barat, yang dinilai gagal menutup jalur masuk dan memutus jaringan distribusi.
“Setiap hari rokok Feloz makin banyak dijual bebas, sementara aparat terkesan menutup mata. Kalau dibiarkan terus, kerugian negara semakin besar dan kesehatan masyarakat makin terancam,” Ungkap salah seorang Tokoh Pemuda Riau berinisial AF.
Hasil penelusuran di lapangan juga mengungkap adanya modus manipulasi pita cukai yang dijalankan secara sistematis demi keuntungan sepihak. Modus tersebut antara lain:
Peredaran Rokok polos tanpa pita cukai, Rokok dengan pita cukai palsu, Rokok dengan pita cukai bekas pakai, Rokok dengan pita cukai salah peruntukan dan Rokok dengan pita cukai salah personalisasi.
Bahkan, informasi yang berkembang menyebutkan jaringan distribusi Feloz telah membangun jalur distribusi “bawah tanah” yang rapi, dengan pola penyebaran dari gudang transit di sejumlah titik di Sumbar dan Riau, kemudian disalurkan ke pedagang eceran melalui kurir yang menggunakan kendaran tertentu.
Tidak sedikit pihak yang menduga, maraknya peredaran rokok Feloz tak lepas dari adanya oknum yang membekingi jalannya bisnis haram ini. Dugaan kuat adanya “upeti” yang mengalir kepada Oknum-oknum tertentu yang membuat operasi penindakan di lapangan tidak berjalan maksimal.
Kondisi tersebut membuat masyarakat mendesak Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budi Utama, untuk turun gunung dan memimpin langsung operasi pemberantasan rokok ilegal Feloz di Sumbar-Riau. Publik menilai langkah tegas di tingkat pusat mutlak diperlukan, sebab penanganan di tingkat daerah belum membuahkan hasil.
“Kalau pusat tidak turun tangan, jangan harap jaringan Feloz ini bisa diberantas. Yang ada justru semakin kuat karena diduga ada permainan di dalamnya,” Tambah AF yang merupakan Aktivis sekaligus penggiat media sosial asal Riau.
Selain merugikan pendapatan negara hingga miliaran rupiah, keberadaan rokok ilegal ini juga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan produsen rokok legal yang patuh terhadap aturan cukai.
Berdasarkan estimasi, setiap bungkus rokok legal dikenakan cukai rata-rata sekitar Rp 20.000. Jika diasumsikan peredaran rokok ilegal Feloz mencapai 500 ribu bungkus per bulan di wilayah Sumbar-Riau, maka potensi kerugian negara bisa menembus Rp 10 miliar per bulan atau sekitar Rp 120 miliar per tahun. Angka ini bisa lebih besar jika distribusi Feloz ternyata mencakup wilayah lain di luar Sumbar dan Riau.
Masyarakat berharap, Dirjen Bea Cukai segera mengambil langkah cepat berupa operasi besar-besaran, evaluasi kinerja aparat di daerah, hingga investigasi terhadap dugaan keterlibatan oknum yang membekingi distribusi rokok ilegal tersebut.