Indragiri Hulu Riau
Di tengah harapan masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur yang berkualitas, aroma busuk dugaan penyimpangan justru terendus dari proyek pembangunan Jalan Lintas Provinsi di Kecamatan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu.
PT Donny Putra Mandiri (DPM) sebagai kontraktor pelaksana diduga membeli tanah urug dari galian ilegal untuk penimbunan jalan proyek strategis yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau Tahun 2025. Material tanah yang digunakan disebut berasal dari oknum warga yang tidak mengantongi izin eksplorasi serta izin produksi tambang galian C.
Proyek dengan jenis rekonstruksi atau peningkatan kapasitas struktur jalan ini dikerjakan PT DPM bersama konsultan pengawas PT Abata Rencana Karya Nunsa. Tercatat dalam dokumen kontrak:
Nomor: 620/SPHS.PUPRPKPP/ BM CRAM/06/ 2025
Tanggal 1 Agustus 2025
Nilai kontrak: Rp 10.477.110.062,46.
Nilai kontraknya fantastis, namun mutu pekerjaan justru dipertanyakan.
Tim media saat melakukan investigasi lapangan pada Kamis, 23 Oktober 2025 menemukan indikasi penggunaan material yang tidak sesuai ketentuan. Lantai dasar proyek tampak rapuh, seperti pekerjaan tanpa marwah pengawasan. Sisi berem ditimbun dengan tanah biasa, bukan tanah krokos yang memenuhi syarat teknis konstruksi jalan.
Ketika Awak media menanyakan kepada Rahmat yang disebut pengawas lapangan, jawabannya justru mengarah pada pihak lain.
“Saya hanya pelaksana. Urusan tanah timbunan, konfirmasi ke Ari,” katanya singkat pada 24 Oktober 2025.
Nama Ari yang disebut Rahmat bukanlah kontraktor maupun pemilik izin tambang, namun anggota aktif kepolisian yang bertugas di Polsek Kelayang. Dugaan keterlibatan oknum berseragam dalam rantai pasokan material ilegal ini semakin menguatkan persepsi publik bahwa hukum bisa tumpul ke atas dan hanya tajam ke rakyat kecil.
Penggunaan tanah urug hasil galian ilegal bukan sekadar pelanggaran administratif. Ia meninggalkan luka bagi lingkungan dan masyarakat sekitar: kerusakan lahan, potensi longsor, dan kualitas konstruksi yang mudah ambruk. APBD sebagai uang rakyat seakan dijadikan “tumbal” demi keuntungan kelompok tertentu.
Sementara proyek jalan yang seharusnya menjadi urat nadi ekonomi masyarakat, terancam berubah menjadi bom waktu kerusakan dini.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak media masih berupaya melakukan konfirmasi lanjutan kepada kontraktor, kepolisian, serta Dinas PUPR Provinsi Riau. Publik menunggu jawaban tegas, bukan sekadar janji manis yang menguap bersama debu pekerjaan bermasalah.
Karena di setiap rupiah uang rakyat yang dipakai, ada doa masyarakat yang menuntut kejujuran.


 
					





 
						 
						 
						 
						